Langsung ke konten utama

PERINTAH ALLAH TENTANG TAKARAN DAN TIMBANGAN

PERINTAH ALLAH TENTANG TAKARAN DAN TIMBANGAN


 Pengertian Takaran dan Timbangan
Takaran adalah alat yang digunakan untuk menakar. Dalam aktifitas bisnis, takaran (al-kail) biasanya dipakai untuk mengukur satuan dasar ukuran isibarang cair,  makanan dan berbagai keperluan lainnyaKata lain yang sering jugadipakai untuk fungsi yang sama adalah literan. Sedangkan timbangan (al-wazn) dipakai untuk mengukur satuan berat. Takaran dan timbangan adalah dua macamalat ukur yang diberikan perhatian untuk benar-benar dipergunakan secara tepatdan benar dalam perspektif ekonomi syariah.
                                                                                                                                           Ayat-Ayat dan Hadist yang Menjelaskan Takaran dan Timbangan
QS Al-Muthaffifin : 1-3
 (٢يَسْتَوْفُونَ النَّاسِ عَلَى اكْتَالُوا إِذَا لَّذِينَ  (١لِلْمُطَفِّفِين وَيْلٌ
(٣)يُخْسِرُونَ وَزَنُوهُمْ أَوْ كَالُوهُمْ وَإِذَا
Artinya :
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”QS Asy Syu'ara : 181-183
       

           Berdagang adalah salah satu cara terbaik untuk untuk mengais rejeki. Jual beli sudah ada semenjak zaman dahulu karena jual beli memang salah satu kebutuhan manusia dalam hidup. Dengan jual beli kita dapat memiliki barang yang dimiliki oleh orang lain dengan cara yang halal. Allah subhanahu wata’ala menghalalkan jual beli, Ia berfirman:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“…Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqarah: 275)
Namun, terkadang jual beli dimanfaatkan oleh salah satu pihak demi melahap keuntungan yang sebanyak-banyaknya, akibatnya pihak yang lain dirugikan, atau dalam kata lain ia didzalimi.
Bentuk kecurangan jual beli yang sangat tersebar adalah curang dalam timbangan dan takaran. Praktek ini masih banyak dilakukan oleh sebagian orang. Dahulu Allah mengadzab kaum Nabi Syuaib, selain karena mereka kufurkepada Allah, mereka juga suka berlaku curang dalam timbangan dan takaran.
Allah subhanahu wata’ala mengancam orang yang berlaku curang dalam timbangan dan takaran dalam firmannya:
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ ﴿١﴾ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ ﴿٢﴾ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ ﴿٣﴾ أَلَا يَظُنُّ أُولَـئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوثُونَ ﴿٤﴾ لِيَوْمٍ عَظِيمٍ ﴿٥﴾ يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٦﴾
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Muthaffifin: 1-6)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUBUNGAN HORIZONTAL MANUSIA DENGAN ALAM

HUBUNGAN HORIZONTAL MANUSIA DENGAN ALAM Hubungan Manusia dengan Alam Prinsip dasar hubungan manusia dengan alam atau makhluk lain di sekitarnya pada dasarnya ada dua: pertama, kewajiban menggali dan mengelola alam dengan segala kekayaannya; dan kedua, manusia sebagai pengelola alam tidak diperkenankan merusak lingkungan, karena pada kahirnya hal itu akan merusak kehidupan umat manusia itu sendiri. Mengenai prinsip yang pertama, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Hud ayat 61: هُوَأَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيْهَا Artinya: “Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan memerintahkan kalian memakmurkannya (mengurusnya)”. Adapun mengenai prinsip yang kedua, yaitu agar manusia jangan merusak alam, dinyatakan oleh Allah melalui berbagai ayat dalam Al-Quran, di antaranya dalam surat Al-A’raf ayat 56: وَلَاتُفْسِدُوْا فِى الْأرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا Artinya: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya”

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL ATAU SIASAH

                             Manusia Sebagai Makhluk Sosial/ SIASAH Manusia adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat (zoon politicon). Keutuhan manusia akan tercapai apabila manusia sanggup menyelaraskan perannya sebagai makhluk ekonomi dan sosial. Sebagai makhluk sosial (homo socialis), manusia tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal tertentu. Misalnya, dalam lingkungan manusia terkecil yaitu keluarga. Dalam keluarga, seorang bayi membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya agar dapat tumbuh dan berkembang secara baik dan sehat. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri.Karena manusia menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran dan perasaanya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui medium kehidupan sosial Sesungguhnya Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang yang selalu memiliki ketergantungan, bahkan seja

HUBUNGAN HORIZONTAL ANTAR MANUSIA

HUBUNGAN HORIZONTAL ANTAR MANUSIA  Dalam hubungan sesama manusia (horizontal), Islam jadi pembina secara individu (pribadi) dan secara global (keseluruhan) namun berpulang kepada masing-masing manusia itu sendiri dalam melakukan hubungan antar sesama ini, dalam hal pembinaan pribadi, dalam melaksanakan ibadah puasa dan pelaksanaan ibadah lainnya tampak menonjol akhlak manusia Islam dalam kehidupan kesehariannya jika mengikuti akan petunjuk ajaran dan ketentuan Islam. Islam membina umatnya dalam keseluruhan proses menjalani kehidupan, mulai dari pembinaan pribadi, rumah tangga sampai kepada kehidupan bernegara, pria dan wanita di galakkan untuk menjalani proses dan menjalani kehidupan melalui pernikahan dan hidup bersama satu atap, dalam hal ini juga di atur ketentuannya dalam menegakkan kehidupan rumah tangga, di atur tentang hubungan suami isteri, hubungan kepada anak, saudara, sampai kepada lingkungan secara luas, betapa rumah tangga harus bergaul dangan tetangganya