Langsung ke konten utama

IBADAH MAHDHAH DAN GAIRU MAHDHAH



                                           IBADAH GHAIRU MAHDHAH





A. Pengertian Ibadah 
Secara etomologis diambil dari kata ‘abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid,berarti hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hatta dirinya sendiri milik tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya.


seperti yang di katakan dalam surah (al-dzariyat) ayat :56 yamg artinya:
Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu (QS. 51(al-Dzariyat ): 56).


B. Jenis ‘Ibadah 
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;
1. ‘Ibadah Mahdhah,  artinya  penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini  memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah,baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
وماارسلنا من رسول الا ليطاع باذن الله … النسآء 64
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4: 64).
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…الحشر 7
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:

صلوا كما رايتمونى اصلى .رواه البخاري   . خذوا عنى مناسككم  .
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu 



2. IBADAH GAIRU MAHDHAH:, (tidak murni semata hubungan dengan Allah)  yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan  hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya .  Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional,  ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.  Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUBUNGAN HORIZONTAL MANUSIA DENGAN ALAM

HUBUNGAN HORIZONTAL MANUSIA DENGAN ALAM Hubungan Manusia dengan Alam Prinsip dasar hubungan manusia dengan alam atau makhluk lain di sekitarnya pada dasarnya ada dua: pertama, kewajiban menggali dan mengelola alam dengan segala kekayaannya; dan kedua, manusia sebagai pengelola alam tidak diperkenankan merusak lingkungan, karena pada kahirnya hal itu akan merusak kehidupan umat manusia itu sendiri. Mengenai prinsip yang pertama, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Hud ayat 61: هُوَأَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيْهَا Artinya: “Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan memerintahkan kalian memakmurkannya (mengurusnya)”. Adapun mengenai prinsip yang kedua, yaitu agar manusia jangan merusak alam, dinyatakan oleh Allah melalui berbagai ayat dalam Al-Quran, di antaranya dalam surat Al-A’raf ayat 56: وَلَاتُفْسِدُوْا فِى الْأرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا Artinya: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya”

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL ATAU SIASAH

                             Manusia Sebagai Makhluk Sosial/ SIASAH Manusia adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat (zoon politicon). Keutuhan manusia akan tercapai apabila manusia sanggup menyelaraskan perannya sebagai makhluk ekonomi dan sosial. Sebagai makhluk sosial (homo socialis), manusia tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal tertentu. Misalnya, dalam lingkungan manusia terkecil yaitu keluarga. Dalam keluarga, seorang bayi membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya agar dapat tumbuh dan berkembang secara baik dan sehat. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri.Karena manusia menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran dan perasaanya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui medium kehidupan sosial Sesungguhnya Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang yang selalu memiliki ketergantungan, bahkan seja

HUBUNGAN HORIZONTAL ANTAR MANUSIA

HUBUNGAN HORIZONTAL ANTAR MANUSIA  Dalam hubungan sesama manusia (horizontal), Islam jadi pembina secara individu (pribadi) dan secara global (keseluruhan) namun berpulang kepada masing-masing manusia itu sendiri dalam melakukan hubungan antar sesama ini, dalam hal pembinaan pribadi, dalam melaksanakan ibadah puasa dan pelaksanaan ibadah lainnya tampak menonjol akhlak manusia Islam dalam kehidupan kesehariannya jika mengikuti akan petunjuk ajaran dan ketentuan Islam. Islam membina umatnya dalam keseluruhan proses menjalani kehidupan, mulai dari pembinaan pribadi, rumah tangga sampai kepada kehidupan bernegara, pria dan wanita di galakkan untuk menjalani proses dan menjalani kehidupan melalui pernikahan dan hidup bersama satu atap, dalam hal ini juga di atur ketentuannya dalam menegakkan kehidupan rumah tangga, di atur tentang hubungan suami isteri, hubungan kepada anak, saudara, sampai kepada lingkungan secara luas, betapa rumah tangga harus bergaul dangan tetangganya