Langsung ke konten utama

KEBENARAN MUTLAK DAN KEBENARAN SEMENTARA

 KEBENARAN MUTLAK DAN KEBENARAN SEMENTARA


Islam datang untuk mengeluarkan manusia dari lalimnya berbagai agama menuju keadilan Islam. Artinya, seorang muslim yang benar imannya tidak pernah beranggapan apalagi berkeyakinan bahwa semua agama sama baiknya dan sama benarnya. Ia yakin bahwa Allah ta’aala tuhan semesta alam tidak mungkin membiarkan manusia dalam kebungungan memilih jalan hidup yang benar untuk menghantarkan dirinya menuju keselamatan di dunia dan akhirat.

Sedangkan orang yang berfaham pluralisme adalah manusia yang bingung memilih jalan hidup sehingga untuk gampangnya ia katakan bahwa semua agama sama baiknya dan sama benarnya. Andaikan kita hidup tanpa petunjuk dari Yang Maha Benar mungkin kita juga akan sependapat dengan logika berfikir seperti itu. Karena itu berarti bahwa tidak ada fihak manapun di dalam masyarakat yang berhak meng-claim bahwa agamanyalah yang memiliki monopoli kebenaran. Tetapi Allah ta’aala bantah pandangan seperti ini melalui firman-Nya:


وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ
وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ

”Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS Al-Mu’minun ayat 71)

Ayat di atas secara jelas membantah pandangan yang mengatakan bahwa kebenaran bersifat relatif sehingga dapat berjumlah banyak sesuai jumlah hawa nafsu manusia. Bahkan melalui ayat ini Allah ta’aala menegaskan betapa dahsyatnya dampak yang bisa timbul dari mengakui kebenaran berbagai fihak secara sekaligus. Digambarkan bahwa langit dan bumi bakal binasa karenanya. Sebab masing-masing pembela kebenaran tersebut pasti akan mempertahankan otoritas kebenarannya tanpa bisa menunjukkan dalil atau wahyu Ilahi yang membenarkannya.
Lalu atas dasar apa seorang muslim meng-claim kebenaran mutlak ajaran Islam? Tentunya berdasarkan wahyu otentik kitab suci Al-Qur’an.

KEBENARAN SEMENTARA


kebenaran sementara adalah kebenaran yang adanya tanpa di dasari oleh niat yang sebelumnya sudah tumbuh di dalam hati artinya kebenaran sementara dapat kita bedakan antara kebenaran mutlak yang sudah d dasari oleh niat terlebih dahulu.


Penemuan kebenaran secara kebetulan adalah penemuan yang berlangsung tanpa disengaja. Cara ini tidak dapat diterima dalam metode keilmuan untuk menggali pengetahuan atau ilmu.
seperti yang di katakan dalam al-Quran 'Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. QS Al-Baqarah : 147

Dan katakanlah: " Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir. QS Al-Kahfi : 29

Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu temasuk orang-orang yang ragu-ragu. QS Yunus : 94



Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar kebenaran yang diyakini. QS Al-Haaqah : 51

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUBUNGAN HORIZONTAL MANUSIA DENGAN ALAM

HUBUNGAN HORIZONTAL MANUSIA DENGAN ALAM Hubungan Manusia dengan Alam Prinsip dasar hubungan manusia dengan alam atau makhluk lain di sekitarnya pada dasarnya ada dua: pertama, kewajiban menggali dan mengelola alam dengan segala kekayaannya; dan kedua, manusia sebagai pengelola alam tidak diperkenankan merusak lingkungan, karena pada kahirnya hal itu akan merusak kehidupan umat manusia itu sendiri. Mengenai prinsip yang pertama, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Hud ayat 61: هُوَأَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيْهَا Artinya: “Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan memerintahkan kalian memakmurkannya (mengurusnya)”. Adapun mengenai prinsip yang kedua, yaitu agar manusia jangan merusak alam, dinyatakan oleh Allah melalui berbagai ayat dalam Al-Quran, di antaranya dalam surat Al-A’raf ayat 56: وَلَاتُفْسِدُوْا فِى الْأرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا Artinya: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya”

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL ATAU SIASAH

                             Manusia Sebagai Makhluk Sosial/ SIASAH Manusia adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat (zoon politicon). Keutuhan manusia akan tercapai apabila manusia sanggup menyelaraskan perannya sebagai makhluk ekonomi dan sosial. Sebagai makhluk sosial (homo socialis), manusia tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal tertentu. Misalnya, dalam lingkungan manusia terkecil yaitu keluarga. Dalam keluarga, seorang bayi membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya agar dapat tumbuh dan berkembang secara baik dan sehat. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri.Karena manusia menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran dan perasaanya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui medium kehidupan sosial Sesungguhnya Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang yang selalu memiliki ketergantungan, bahkan seja

HUBUNGAN HORIZONTAL ANTAR MANUSIA

HUBUNGAN HORIZONTAL ANTAR MANUSIA  Dalam hubungan sesama manusia (horizontal), Islam jadi pembina secara individu (pribadi) dan secara global (keseluruhan) namun berpulang kepada masing-masing manusia itu sendiri dalam melakukan hubungan antar sesama ini, dalam hal pembinaan pribadi, dalam melaksanakan ibadah puasa dan pelaksanaan ibadah lainnya tampak menonjol akhlak manusia Islam dalam kehidupan kesehariannya jika mengikuti akan petunjuk ajaran dan ketentuan Islam. Islam membina umatnya dalam keseluruhan proses menjalani kehidupan, mulai dari pembinaan pribadi, rumah tangga sampai kepada kehidupan bernegara, pria dan wanita di galakkan untuk menjalani proses dan menjalani kehidupan melalui pernikahan dan hidup bersama satu atap, dalam hal ini juga di atur ketentuannya dalam menegakkan kehidupan rumah tangga, di atur tentang hubungan suami isteri, hubungan kepada anak, saudara, sampai kepada lingkungan secara luas, betapa rumah tangga harus bergaul dangan tetangganya